Pendidikan merupakan sarana yang dimiliki suatu bangsa dalam upaya membangun peradaban yang mencerahkan dimasa depan. Pendidikan memiliki tujuan yang sangat penting dalam membangun serta menopang tatanan bangsa yang berdaulat dengan dibalut nilai-nilai budaya serta nasionalisme dalam berbangsa dan bernegara.
Upaya
mengentaskan “kemiskinan” ilmu pengetahuan, menyelesaikan permasalahan dogma,
dan menuntaskan problematika sosial menjadi tujuan utama dari pendidikan.
Hakikatnya, pendidikan harus mampu mengantarkan peserta didiknya untuk sadar
terhadap permasalahan yang berkembang di lingkungan sosial kemasyarakatan.
Menurut Romo Wangun Wijaya dalam Moh. Yamin (2020) mengatakan bahwa pendidikan adalah proses awal usaha untuk menumbuhkan kesadaran sosial pada setiap manusia sebagai pelaku sejarah.
Pendidikan yang berhasil ialah ketika terjadinya kesadaran komunal dalam membaca realitas sosial yang ada. Kesadaran tersebut dapat terjadi ketika pemikiran komunal terbuka (inklusif) terhadap perubahan dan perkembangan zaman.
Sebagai bagian dari upaya tersebut, maka pada hakikatnya
pendidikan harus mampu membebaskan pikiran serta pemahaman para peserta didik
dari segala macam dogma yang membelenggu.
Baca juga: Nadia-Alex Nahkoda Baru HIMADIKBIO Citrus nobilis
Susetyo (2005) mengungkapkan bahwa upaya untuk meningkatkan kesadaran sosial memerlukan adanya perangkat analisis yang bersumber dari kebebasan berpikir dari masing-masing individu, yang pada akhirnya memberikan daya nalar yang kritis terhadap perkembangan sosial yang ada.
Upaya peningkatan kesadaran sosial dapat tercipta
ketika dua sisi saling berkaitan. Sebagaimana yang telah disampaikan oleh Jean
Piaget dalam Palmer (2003) bahwa pendidikan sebagai penghubung dua sisi. Satu
sisi, individu yang sedang tumbuh dan sisi lain, nilai sosial, intelektual, dan
moral yang terus berkembang.
Keberadaan pendidikan yang membangun kesadaran sosial kemasyarakatan merupakan suatu keniscayaan yang tidak mampu dicegah. Peka dan peduli terhadap setiap perubahan sosial membuktikan bahwa pendidikan itu dekat dengan realitas sosial dan konkret dalam menyelesaikan persoalan sosial.
Naim dan Sauqi dalam Moh. Yamin (2020)
menegaskan bahwa hubungan diantara pendidikan dengan sosial terdapat relasi
resiprokal (timbal balik) yang mampu menggambarkan kondisi sosial
kemasyarakatan dalam pendidikan, dan menggambarkan kondisi pendidikan dalam
sosial. Dari penjelasan kedua sosiolog pendidikan diatas menunjukan bahwa
kondisi pendidikan dapat tercermin dalam kehidupan sosial kemasyarakatan, serta
kondisi sosial kemasyarakatan dapat tercermin dalam pendidikan.
Baca Juga: Berkolaborasi Wujudkan Harapan Bersama Wandi-Rahmawati
Gunawan (2000) berpendapat bahwa pendidikan dapat diartikan sebagai proses sosialisasi, yaitu sosialisasi nilai, pengetahuan, sikap, dan keterampilan. Proses sosialisasi ini diharapkan mampu menjawab tantangan yang timbul ditengah-tengah masyarakat.
Meskipun demikian, penyelesaian setiap tantangan kemasyarakatan merupakan
tanggungjawab bersama yang tentu “memaksa” adanya partisipasi aktif dari semua
kalangan. Hasil (out-put) dari pendidikan bukan lagi hanya sebatas memberikan
masukan akan tetapi bertanggungjawab untuk berupaya bersama-sama merubahnya
dengan sistem nilai, pengetahuan, sikap, dan keterampilan.
Selaras dengan ungkapan tersebut, Bloom (1956) telah mengungkapkan bahwa ada tiga konsep relasi pendidikan yakni relasi kognitif, afektif, dan psikomotorik. Oleh karenanya, pendidikan bukan hanya semata-mata menghasilkan out-put yang asing dengan kehidupan sosial kemasyarakatan.
Dengan kata lain, materi-materi yang
dipelajari dalam pendidikan seharusnya disesuaikan dengan kebutuhan yang ada dilingkungan
masyarakat, sehingga setelah lulus dari sekolah para lulusan tidak aneh dengan problematika yang ada dilingkungan hidupnya. Dan dirinya memiliki tanggungjawab penuh untuk menyelesaikan setiap peroblematika sosial.